Selasa, 18 Februari 2014

PERKEMBANGAN ADMINISTRASI PUBLIK


Dewasa ini, perkembangan ilmu pengetahuan sudah semakin pesat. Hal ini juga dapat menjadi indicator bahwa pola kehidupan sosial masyarakat sudah semakin berkembang dan masalah yang harus diatasi juga semakin kompleks. Ilmu administrasi publik yang pada dasarnya merupakan disiplin ilmu yang memiliki tujuan to protect, to regulate, and to service the citizen tentu saja juga ikut berkembang sejalan dengan perubahan yang ada di masyarakat.
Menurut Chandler & Plano dalam Pasalong (2008:7), “Administrasi publik merupakan seni dan ilmu (art and science) yang ditujukan untuk mengatur “Ipublic affairs” dan melaksanakan berbagai tugas yang ditentukan”. Administrasi publik sebagai disiplin ilmu bertujuan memecahkan masalah publik melalui perbaikan-perbaikan terutama dibidang organisasi, sumber daya manusia dan keuangan.
Berbagai macam paradigma dan konsep telah dimiliki oleh ilmu administrasi publik yang tentu saja digunakan sesuai dengan perkembangan zaman.
Nicholas Henry dalam Pasalong (2008:28-30) mengemukakan lima paradigama administrasi publik, yaitu: Paradigma pertama, prinsip-prinsip administrasi negara (1927-1937), Lokus dari administrasi negara tidak merupakan masalah yang dipentingkan fokusnya yaitu : “prinsip-prinsip administrasi” dipandang dapat berlaku universal pada setiap bentuk organisasi dan setiap lingkungan sosial budaya; Paradigma kedua, paradigma dikotomi antara politik dan administrasi (1900-1926), Fokus dari ilmu administrasi negara terbatas pada masalah-masalah organisasi, kepegawaian dan penyusunan anggaran dalam birokrasi pemerintahan. Sedangkan masalah-masalah pemerintahan, politik dan kebijaksanaan merupakan substansi ilmu politik; Paradigma ketiga, Administrasi Negara sebagai Ilmu Politik (1950-1970). Fase paradigma ini menetapkan kembali hubungan konseptual antara administrasi negara dan ilmu politik; Paradigma keempat, Administrasi Negara sebagai Ilmu Administrasi (1954-1970), pada fase ini ilmu administrasi hanya memberikan fokus, tetapi tidak pada locusnya; Paradigma kelima, Administrasi Negara sebagai Ilmu Administrasi Negara, telah berkembang menjadi ilmu administrasi negara yaitu meramabah ke teori organisasi, ilmu kebijakan (policy science) dan ekonomi politik.
Paradigma-paradigma tersebut digunakan untuk menciptakan kemaslahatan bagi masyarakat, mulai dari paradigma dikotomi politik dan administrasi, prinsip-prinsip administrasi, administrasi publik sebagai ilmu politik, administrasi publik sebagai ilmu administrasi, administrasi publik sebagai ilmu administrasi publik, administrasi publik sebagai administrasi pembangunan, reformasi administrasi, New Public Management, hingga Good Governance.
Konsep governance mulai berkembang pada awal 1990-an ditandai dengan adanya cara pandang (point of view) yang baru terhadap peran pemerintah (government) dalam menjalankan sistem pemerintahan. Pandangan ini muncul karena peran pemerintah dinilai terlalu besar dan terlalu berkuasa, sehingga masyarakat tidak memiliki keleluasaan dan ruang untuk berkembang. Pemerintah telah merasa menjadi institusi yang paling mengetahui dan mengerti apa yang diinginkan oleh masyarakat, sehingga banyak kebijakan yang dibuat tanpa diwacanakan terlebih dahulu kepada masyarakat atau tanpa merasa perlu mendengar aspirasi dari masyarakat. Hal ini membuat kebijakan bersifat top down dan masyarakat hanya bisa tinggal menerima saja, tindakan yang seperti ini justru menjadikan dukungan kepada pemerintah dari masyarakat menurun.
Istilah governance dalam bahasa Inggris berarti “the act, fact, manner of governing”, yang berarti adalah suatu proses kegiatan. Kooiman dalam Sedarmayanti (2004:2) mengemukakan bahwa governance ialah”…serangkaian proses interaksi sosial politik antara pemerintah dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingan-kepentingan tersebut”. Pada dasarnya, istilah governance bukan hanya berarti kepemerintahan sebagai suatu kegiatan saja, melainkan juga mengacu kepada arti pengurusan, pengarahan, pengelolaan, dan pembinaan penyelenggaraan. Dan berdasarkan dari apa yang diungkapkan oleh Kooiman di atas, dapat dipahami bahwa keterlibatan masyarakat dalam sistem pemerintahan merupakan semangat yang terdapat dalam konsep good governance.
Lembaga Administrasi Negara (LAN) mengemukakan bahwa good governance berorientasi pada 2 hal, yaitu pencapaian tujuan nasional negara dan pembentukan pemerintahan yang berfungsi secara efektif serta efisien dalam rangka mencapai tujuan nasional. Orientasi pertama mengacu pada demokratisasi dalam kehidupan bernegara dengan elemen-elemen konstituennya seperti legitimacy, accountability securing of human rights, autonomy and devolution of power and assurance. Orientasi kedua, tergantung pada sejauh mana pemerintah memiliki kompetensi dan sejauh mana struktur serta mekanisme politik dan administrasi berfungsi secara efektif dan efisien. LAN juga menyimpulkan bahwa wujud good governance adalah penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan efektif, serta solid dan bertanggung jawab, dengan menjaga kesinergisan interaksi yang konstruktif di antara domain-domain negara, sektor swasta, dan masyarakat.
Konsep reinventing government pada dasarnya merupakan representasi dari paradigma New Public Management. Ciri-ciri dari NPM yaitu :
         Menggunakan sektor ‘private’ dan pendekatan bisnis dalam sektor publik (run government like a business).
         Penerapan prinsip “good governance”.
         Kegiatan-kegiatan yg tidak bisa dilakukan secara efisien dan efektif oleh pemerintah ditangani oleh sektor swasta.
         Dalam sistem managemen dilakukan sistem pelayanan sipil, yaitu manajer diperkenankan menegosiasikan kontrak mereka dengan para pekerja.
         Fokus sistem anggaran pada kinerja dan hasil.
         Manajemen berorientasi pada hasil (managing for result)
         Menggagas konsep  “citizens charter”.
         Mengenalkan konsep Reinventing Government.
         Menciptakan pemerintahan “works better & costs less
Di mana dalam New Public Management (NPM), negara dilihat sebagai perusahaan jasa modern yang kadang-kadang bersaing dengan pihak swasta, tapi di lain pihak dalam bidang-bidang tertentu memonopoli layanan jasa, namun tetap dengan kewajiban memberikan layanan dan kualitas yang maksimal. Segala hal yang tidak bermanfaat bagi masyarakat dianggap sebagai pemborosan dalam paradigma NPM. Warga pun tidak dilihat sebagai abdi lagi, tetapi sebagai pelanggan layanan publik yang karena pajak yang dibayarkan memiliki hak atas layanan dalam jumlah tertentu dan kualitas tertentu pula. Prinsip dalam NPM berbunyi, “dekat dengan warga, memiliki mentalitas melayani, dan luwes serta inovatif dalam memberikan layanan jasa kepada warga”
Tiga sektor dalam “good governance” yaitu negara/pemerintah, privat, dan masyarakat memiliki pembagian hak dan tanggung jawab bersama yang jelas yang dapat diatur dalam berbagai jenis kontrak sosial, seperti peraturan dan UU. Kontrak-kontrak ini merupakan hasil produk pengaturan bersama yang melibatkan ketiga sektor tersebut. Pemerintah berperan sebagai pembuat regulasi dan mengamankan hasil-hasil regulasi berdasarkan kesepakatan bersama ketiga sektor tadi. Masyarakat memiliki hak untuk mengakses informasi dari pemerintah dalam rangka mengawasi kinerja lembaga pemerintahan dan mitra kerjanya yang dijamin oleh sistem legal-formal. Sistem ini dapat memberi implikasi yuridis kepada lembaga-lembaga yang melalaikan fungsinya untuk mewujudkan transparansi informasi dan akuntabilitas publik. Keterlibatan masyarakat secara langsung dalam mengawasi kinerja pemerintah merupakan syarat terlaksananya “good governance”.



DAFTAR PUSTAKA
Pasalong, Harbani, (2008), Teori Administrasi Publik, Penerbit Alafabeta, Bandung.
Utomo, Warsito, (2005), Administrasi Publik Baru Indonesia; Perubahan paradigma dari Administrasi Negara ke Administrasi Publik, Penerbit Pustaka Pelajar, Jogjakarta.
Wibawa, Samodra, (2005), Refromasi Administrasi, Penerbit Graha Media, Yogjakarta.
www.irend.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar