Pelayanan publik sebagai suatu proses kinerja
organisasi (birokrasi), keterikatan dan pengaruh budaya organisasi sangatlah
kuat. Dengan kata lain, apapun kegiatan yang dilakukan oleh aparat pelayanan
publik haruslah berpedoman pada rambu-rambu aturan normatif yang telah
ditentukan oleh organisasi publik sebagai perwujudan dari budaya organisasi
publik
Penyebab kegagalan utama dalam
melaksanakan orientasi pelayanan publik ini adalah : Kuatnya komitmen budaya
politik yang bernuansa sempit; kurangnya tenaga-tenaga kerja yang terlatih dan
trampil dalam unit-unit lokal; kurangnya sumber-sumber dana untuk melaksanakan
tugas dan tanggungjawab; adanya sikap keengganan untuk melakukan delegasi
wewenang; dan kurangnya infrastruktur teknologi dan infrastruktur fisik dalam
menunjang pelaksanaan tugas-tugas pelayanan publik.
Substansi pelayanan publik selalu dikaitkan dengan suatu
kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang atau instansi
tertentu untuk memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka mencapai
tujuan tertentu. Pelayanan publik ini menjadi semakin penting karena senantiasa
berhubungan dengan khalayak masyarakat ramai yang memiliki keaneka ragaman
kepentingan dan tujuan. Oleh karena itu institusi pelayanan publik dapat
dilakukan oleh pemerintah maupun non-pemerintah. Jika pemerintah, maka
organisasi birokrasi pemerintahan merupakan organisasi terdepan yang
berhubungan dengan pelayanan publik. Dan jika non-pemerintah, maka dapat
berbentuk organisasi partai politik, organisasi keagamaan, lembaga swadaya
masyarakat maupun organisasi-organisasi kemasyarakatan yang lain.
bahwa kegagalan daripada pelayanan publik ini disebabkan
karena aparat (birokrasi) tidak menyadari adanya perubahan dan pergeseran yang
terjadi dalam budaya masyarakatnya dari budaya yang bersifat hirarkhis,
budaya yang bersifat individual, budaya yang bersifat fatalis, dan budaya yang bersifat egaliter. Pelayanan
publik yang modelnya birokratis cocok untuk budaya masyarakat hirarkhis;
pelayanan publik yang modelnya privatisasi cocok untuk budaya masyarakat
individual (yang anti hirarkhis); pelayanan publik yang modelnya kolektif cocok
untuk budaya masyarakat fatalis (yang mendukung budaya hirarkhis dan anti
budaya individu);
sedangkan
pelayanan publik yang modelnya memerlukan pelayanan cepat dan terbuka cocok
untuk budaya masyarakat egaliter (yang anti budaya hirarkhis, anti
budaya individu dan anti budaya fatalis).
Dalam kontek pelayanan publik dapat
digaris bawahi bahwa keberhasilan proses pelayanan publik sangat tergantung
pada dua pihak yaitu birokrasi (pelayan) dan masyarakat (yang dilayani). Dengan
demikian untuk melihat kualitas pelayanan publik perlu diperhatikan dan dikaji dua
aspek pokok yakni : Pertama, aspek proses internal
organisasi birokrasi
(pelayan); Kedua, aspek eksternal organisasi yakni kemanfaatan yang
dirasakan oleh masyarakat pelanggan. Dalam hal ini Irfan Islamy (1999) menyebut
beberapa prinsip pokok yang harus dipahami oleh aparat birokrasi publik dalam
aspek internal organisasi yaitu :
a. Prinsip
Aksestabelitas, dimana setiap jenis
pelayanan harus dapat dijangkau secara mudah oleh setiap pengguna pelayanan
(misal: masalah tempat, jarak dan prosedur pelayanan)
b. Prinsip
Kontinuitas, yaitu bahwa setiap
jenis pelayanan harus secara terus menerus tersedia bagi masyarakat dengan
kepastian dan kejelasan ketentuan yang berlaku bagi proses pelayanan tersebut
c. Prinsip
Teknikalitas, yaitu bahwa setiap
jenis pelayanan proses pelayanannya harus ditangani oleh aparat yang
benar-benar memahami secara teknis pelayanan tersebut berdasarkan kejelasan,
ketepatan dan kemantapan sistem, prosedur dan instrumen pelayanan
d. Prinsip
Profitabilitas, yaitu bahwa proses
pelayanan pada akhirnya harus dapat dilaksanakan secara efektif dan efesien
serta memberikan keuntungan ekonomis dan sosial baik bagi pemerintah maupun
bagi masyarakat luas.
e. Prinsip
Akuntabelitas, yaitu bahwa proses,
produk dan mutu pelayanan yang telah diberikan harus dapat dipertanggung
jawabkan kepada masyarakat karena aparat pemerintah itu pada hakekatnya
mempunyai tugas memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat.
Begitu pentingnya profesionalisasi pelayanan publik ini,
pemerintah melalui Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengeluarkan
suatu kebijaksanaan Nomor. 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan
Umum yang perlu dipedomani oleh setiap birokrasi publik dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat berdasar prinsip-prinsip pelayanan sebagai berikut
:
a. Kesederhanaan,
dalam arti bahwa prosedur dan tata cara
pelayanan perlu ditetapkan dan dilaksanakan secara mudah, lancar, cepat, tepat,
tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat
yang meminta pelayanan
b. Kejelasan dan
kepastian, dalam arti adanya
kejelasan dan kepastian dalam hal prosedur dan tata cara pelayanan, persyaratan
pelayanan baik teknis maupun administratif, unit kerja pejabat yang berwenang
dan bertanggung jawab dalam meberikan pelayanan, rincian biaya atau tarif
pelayanan dan tata cara pembayaran, dan jangka waktu penyelesaian pelayanan
c. Keamanan, dalam arti adanya proses dan produk hasil pelayanan yang
dapat memberikan keamanan, kenyamanan dan kepastian hukum bagi masyarakat
d. Keterbukaan, dalam arti bahwa prosedur dan tata cara pelayanan,
persyaratan, unit kerja pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu
penyelesaian, rincian biaya atau tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan
proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami
oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta
e. Efesiensi, dalam arti bahwa persyaratan pelayanan hanya dibatasi
pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan
tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan
f. Ekonomis, dalam arti bahwa pengenaan biaya atau tarif pelayanan
harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan: nilai barang dan jasa
pelayanan, kemampuan masyarakat untuk membayar, dan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku
g. Keadilan dan
Pemerataan, yang dimaksudkan agar
jangkauan pelayanan diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan
adil bagi seluruh lapisan masyarakat
h. Ketepatan
Waktu, dalam arti bahwa pelaksanaan pelayanan
harus dapat diselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Hasil dari proses pembudayaan diharapkan mampu
menciptakan pengambilan keputusan/ kebijaksanaan yang benar, menciptakan
terbentuknya kelompok pelaksana kerja yang efektif, dan terciptanya tim
pengawasan yang bertindak jujur dan obyektif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar